Innaa ma'al usri yusron (sesungguhnya di dalam kesulitan terdapat kemudahan). Meskipun statement ini adalah firman Alloh, saya yakin belum semua orang meyakininya. Permasalahan sekecil apa pun sering kita pandang sebagai kesulitan tanpa berusaha "metani" bahwa di dalamnya ada kemudahan atau peluang yang tersembunyi. Lalu pertanyaannya," Adakah kemudahan/peluang yang tersembunyi dari kesulitan yang dihadapi YPK kita saat ini?" Saya termasuk yang meyakini kebenaran firman Alloh di atas. Bahkan semakin besar kesulitan yang tampak semakin besar pula kemudahan dan peluang yang tersembunyi. Semua tergantung pada kita (pemimpin, kepala bidang, kepala sekolah, guru dan karyawan)apakah mau menggali dan mencari sesuatu yang tersembunyi tersebut atau tidak. Menurut saya ada beberapa kebaikan yang kita ambil dari keadaan lembaga kita saat ini dan tiga hal berikut ini hanyalah sebagian kecil dari ratusan kebaikan atau kemudahan yang tersembunyi tersebut:
1. Kesadaran
Kita menjadi sadar bahwa selama ini kita hanya memikirkan sesuatu yang sifatnya jangka pendek, tahun ini dan tahun depan. Kita tidak pernah membuat rencana jangka menengah dan panjang untuk mengantisipasi dan persiapan 5 s/d 10 tahun ke depan. berkali-kali sejak saya masih kepala ETC sampai sekarang dalam rapat-rapat Kepala Sekolah atau dengan Dewan Pengurus selalu saya tanyakan kapan kita punya grand design untuk 5 atau 10 tahun ke depan. Semua menjawab belum dan belum dan tidak pernah membuat. Rencana jangka panjang tersebut tidak hanya memuat antisipasi yang berkaitan dengan masalah keuangan tetapi juga menyangkut program-program akademik yang sifatnya terus berkembang dan perlu dibenahi setiap tahun. Akibatnya kita saat ini tidak siap menghadapi suatu perubahan mendadak seperti saat ini karena kita tidak pernah memikirkannya dan membuat langkah antisipasi 5 atau 10 tahun yang lalu. kalau kita sudah sama-sama menyadari pentingnya rencana dan perencanaan, mestinya sekarang ini kita sudah membuat langkah-langkah untuk menghadapi perubahan atau keadaan yang mungkin terjadi 5 atau 10 tahun ke depan. Artinya harus sudah ada program 2009-2014 dan 2009-2019. Siapa yang bikin? Ya majelis pimpinan sekolah dan yayasan dengan memperhatikan masukan dari seluruh guru dan karyawan yang akan menjalankan rencana tersebut.
2. Saatnya Kembali ke Khittah
YPK adalah lembaga pendidikan, YPK bukan lembaga bisnis atau arena bakulan atau kulakan. Memanage YPK tidak sama dengan memanage pabrik atau mall. Roh YPK adalah Roh pendidikan bukan roh jual beli. Kita saat ini semakin jauh terbawa ke pemikiran" dikit-dikit duit, dikit-dikit ada duitnya atau tidak, ada program sedikit aja sudah berfikir bisa dijual atau tidak, masuk sebentar aja di luar jam kerja sudah tanya berapa lemburnya per jam, dsb,dsb". Saya tidak mengatakan duit itu tidak penting. Duit itu penting tetapi ada saat dan tempatnya. YPK masa lalu konon pernah hebat terutama di era 90-an karena para senior kita sering bekerja keras tanpa didahului menghitung berapa imbalannya. Banyak guru-guru yang kerja lembur dan sabtu - minggu masuk kerja dengan ikhlas tanpa diberi dan meminta imbalan. Lho kok bisa? Bisa karena atmosfernya diciptakan demikian. Apakah sekarang masih bisa? Sangat bisa karena saat ini pun masih banyak guru-guru yang bekerja tanpa pamrih di luar jam dan hari kerja tanpa minta atau diberi imbalan. Kuncinya kembali ke Khittah dan menghidupkan kembali Roh pendidikan itu sendiri.
3. Waktunya Kembali Menjadi Guru dan Pendidik
Pernyataan ini seolah-olah menghakimi dan menuduh bahwa kita sekarang bukan guru yang pendidik. Bukan itu maksud saya. Mari kita instropeksi diri, benarkah kita sekarang ini sudah memperbaiki pribadi-pribadi murid kita ataukah kita hanya mengajarkan pelajaran tertentu kepada murid-murid kita. Ketika mengajarkan Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa, Biologi, Agama, PPKN, IPA, IPS, Kesenian, Olah Raga dll, seberapa banyak kita mengajarkan kepada mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang mulia. Ketika mengajarkan IPA, sejauh mana kita mengajak siswa kita untuk sadar diri sebagai makhluk Tuhan yang Maha Perkasa? Ketika mengajarkan IPS, sejauh mana kita mengajarkan siswa kita untuk menjadi pribadi-pribadi sosial yang peduli dan tidak dholim kepada sesama? Kita sering mengajarkan kepada siswa bahwa 10 dibagi 5 sama dengan 2 atau akar kwadrat dari 9 sama dengan 3 tetapi kita jarang menanamkan pada diri murid bahwa suatu saat mereka menjadi pemimpin mereka harus adil dan tidak korupsi. Ketika mengajarkan Bahasa mungkin kita terlalu banyak membahas structure, grammar, vocab dll tanpa mengajarkan bagaimana berbahasa yang sopan dan santun kepada guru dan orangtua. Dsb, Dsb. Ketika kita sebagai walikelas banyak diantara kita yang tidak hafal dengan muridnya, mungkin hafal namanya tetapi tidak sampai memperhatikan kelebihan dan kekurangan pribadi masing-masing. Pernahkah kita datang ke rumah orangtua siswa atau berbincang-bincang dengan orangtua siswa untuk membahas bagaimana agar murid kita memiliki masa depan dan perilaku yang mulia. Saya yakin tidak banyak diatara kita yang kenal dengan orangtua siswa apalagi
sampai hafal nomer telephone dan nomer mobilnya. Yang penting adalah seberapa kita intens berkomunikasi dengan orangtua siswa untuk meyakinkan bahwa anaknya benar-benar kita "openi" di YPK ini.
Saya yakin masih banyak kebaikan-kebaikan atau kemudahan-kemudahan yang tersembunyi dalam keadaan YPK yang prihatin dan sulit seperti ini. Kalau memang masih meyakini firman Alloh ," Innaa Ma'al Usri Yusron, Insyaalloh hati kita akan dijauhkan dari rasa frustasi, khawatir, jengkel, patah hati, cemas, apalagi keinginan bunuh diri. Ha ha ha Alloh loves you very much, Bung!
Menurut sampean, kebaikan dan peluang apalagi yang tersembunyi dari kesulitan kita saat ini. Silakan di share. Terima Kasih.
Wallohu A'lam Bishowaab
Achmad Riwayadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar