Dini hari tadi benar-benar dini hari yang sangat menyenangkan karena setidaknya saya mendapat dua pelajaran di awal hari Kamis ini. Pertama saya puas menonton pertandingan Liga Champion antara Chelsea Vs Barcelona yang berakhir dengan score 1-1. Kedua saya benar-benar dapat pelajaran yang menarik dan bermanfaat dari pertandingan tersebut.
Betapa tidak pada menit ke-9 Essien (Chelsea) berhasil merobek jala Barcelona dari jarak 25 meter dengan tendangan first time. Aku juga sering lho bikin goal kayak gitu waktu latihan, cuma yang jadi Lampard-nya kalau bukan Pak Nasrul pasti Pak Malik, umpannya pas banget. Teman yang lain belum pernah beri assist yang pas kayak beliau itu. Oh ada lagi yaitu Pak Sriyono SMP. Ketika goal itu terjadi, semua orang yang mendukung Chelsea apakah yang nonton di stadion, atau yang cuma nonton di TV, atau yang cuma ikut taruhan, atau yang jauh dan tidak ada kaitannya dengan kota Chelsea seperti kita-kita yang di Indonesia langsung senang kegirangan, bahkan ada yang nylethuk " Mati kau Barcelona!". Dan rasa girang itu berlangsung hingga menit ke 93 detik ke 48 ketika Iniesta gantian merobek jala Petr Chech. Suasana berubah drastis karena pertandingan tinggal beberapa detik saja. Semua orang yang tadinya senang dan girang menjadi sedih bahkan menangis. Bahkan yang taruhan mungkin misuh-misuh atau mengumpat-umpat dengan kata-kata kotor. Ada yang nyalahkan wasit, ada yang nyalahkan back seperti Ashle Cole atau mungkin menyalahkan Petr Chech yang tidak bisa menangkap atau menghalau bola masuk. Paling enak memang jadi penonton yang bisanya cuma menyalahkan dan kalau disuruh main, heeee.. gak bisa apa-apa. Memang, biasanya yang sering nyalah-nyalahkan itu cuma penonton bukan pelaku. Tadi saya tidak melihat sama sekali Guus Hiddink (pelatih), Lampard (captain), dan pemain-pemain lain menyalahkan teman-temannya satu sama lain. Guus Hiddink bahkan cuma diam lalu menghibur pemain-pemainnya yang telah berjuang keras selama 95 menit. Bahkan Lampard dengan satria mengajak Iniesta bertukar kostum satu sama lain lalu berpelukan sebagai bentuk apresiasi kepada lawan yang dengan sportif telah mengalahkannya. Tidak mudah bisa berbuat seperti ini Bung!
Dari pertandingan itu kita dapat pelajaran bahwa di dunia ini, di negara ini, di kota ini, di lembaga ini, di yayasan ini, di keluarga ini, dan di dalam diri ini, mestinya kita tidak terlalu cepat senang ketika mendapat kesenangan dan tidak terlalu cepat sedih ketika mendapat kesedihan. Dan lagi kita tidak perlu menyalahkan orang lain atau diri sendiri bila hal itu terjadi pada kita semua. Saya yakin ini adalah pelajaran bagus buat Chelsea dan akan dijadikan modal untuk menghadapi Everton dalam Final piala FA tanggal 30 Mei nanti. Dan saya yakin pula siapa pun pelatih dan pemain Chelsea pada putaran Liga Inggris yang akan datang akan menjadikan pelajaran ini untuk berkiprah lebih baik dan baik lagi.
Nah, adakah pelajaran dari pertandingan ini yang berguna buat yayasan kita? Sejak berdirinya yayasan kita tahun 1983 hingga tahun 2009 ini mungkin bisa dibilang kita dalam keadaan "senang" seperti Chelsea tadi. Barulah ketika terjadi perubahan kebijakan pertengahan 2009 ini, perasaan senang dan gembira itu telah berubah menjadi perasaan khawatir, was-was, tidak puas, tidak bangga lagi, dsb,dsb bahkan salah satu penyebab berpindahnya beberapa pemain yayasan kita ke tim lain adalah perasaan-perasaan tersebut. Sebagai salah satu pemain yang akan bermain terus di yayasan ini, kita semua perlu mencontoh sikap positif para pemain, pelatih, dan official Chelsea lainnya. Ingat, Chelsea tadi tidak kalah. Score 1-1. Mereka gagal masuk final karena score sebelumnya 0-0 ketika main di Barcelona.
Cuma satu yang tidak perlu kita contoh: protes kerasnya beberapa pemain Chelsea yang berlebihan di akhir pertandingan kepada wasit. Protes yang dilakukan setelah pertandingan selesai, tidak ada artinya sama sekali dan tidak akan mengubah hasil pertandingan. Apa pun yang terjadi, kenyataan takdir membuktikan bahwa yang masuk final adalah Manchester United dan Barcelona. Kita tunggu saja siapa juara sejatinya.
Achmad Riwayadi.