Dalam teori Motivasi, Abraham Maslow, menyatakan :
Manusia mempunyai 5 tingkat kebutuhan dalam hidupnya, dari tingkat yang paling rendah yaitu kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa Aman, kebutuhan Sosial, kebutuhan akan Harga Diri, dan yang paling tinggi adalah kebutuhan Aktualisasi Diri.
Seseorang bekerja karena ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk sekedar bisa makan setiap hari, bisa mencicil kredit rumah, kredit motor, koperasi kantor, bayar listrik dan telepon. Kebutuhan-kebutuhan ini harus dipenuhi dengan pemilikan uang yaitu dengan bekerja. Bekerja membuat kita menghargai hidup. Tanpa bekerja , akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dan justru menjadi parasit bagi orang-orang terdekatnya.
Manusia mempunyai 5 tingkat kebutuhan dalam hidupnya, dari tingkat yang paling rendah yaitu kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa Aman, kebutuhan Sosial, kebutuhan akan Harga Diri, dan yang paling tinggi adalah kebutuhan Aktualisasi Diri.
Seseorang bekerja karena ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk sekedar bisa makan setiap hari, bisa mencicil kredit rumah, kredit motor, koperasi kantor, bayar listrik dan telepon. Kebutuhan-kebutuhan ini harus dipenuhi dengan pemilikan uang yaitu dengan bekerja. Bekerja membuat kita menghargai hidup. Tanpa bekerja , akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dan justru menjadi parasit bagi orang-orang terdekatnya.
Lalu bagaimana dengan orang yang telah mempunyai harta atau warisan yang mencukupi tujuh keturunannya atau berhasil dalam bisnisnya di masyarakat ? Kebutuhan fisiologis barangkali-mungkin tidak lagi menjadi motivasi dalam bekerjanya. Dampaknya yang sering terjadi adalah semangat kerja menurun, loyalitas berkurang, kedisiplinan kendor dsb. Karena merasa ada sesuatu yang bisa disombongkan atau dibanggakan yaitu rasa aman secara financial (kebutuhan harga diri ), tidak was-was, khawatir, atau takut terkena gusuran (PHK).
Mencari prestise memang penting. Namun tidak semua orang bisa mendapatkan pretise yang tinggi. Karena apapun pekerjaan kita saat ini (baca : profesi guru), yang terpenting adalah memaknai pekerjaan itu sendiri. Jika kita larut terbawa arus mencari pekerjaan, ambisi mengejar jabatan yang mempunyai prestise tinggi (baca: gaji besar), tetapi tidak mempertimbangkan secara mendalam kemampuan diri dan alasan memilih pekerjaan itu, yang terjadi adalah kita tidak bisa menikmati pekerjaan baru itu . Banyak pula yang melakukan pekerjaan tanpa memandang prestise pekerjaan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan bathiniah, yang dirasakan lebih penting dari pada prestise ( seperti yang diyakini saat ini oleh Bapak Ahmad Riway dari artikel yang pernah ditulisnya diblog ini ). Hal tersebut didasarkan kepada kecintaannya pada bidang yang ditekuninya sekarang ini (profesi guru ), sehingga tawaran demi tawaran dengan gaji berlipatpun beliau tolak, Mooh ! Dan mungkin harta bukan hal yang wah lagi bagi beliau. Aneh dan langka khan ? Makanya perlu untuk dilindungi dari ancaman kepunahan.
Kebahagiaan memang dapat dikatakan subyektif. Apa yang kita rasakan saat ini menurut kita membahagiakan, mungkin dinilai beda oleh orang lain. Banyak orang merasa bahwa hidup bahagia adalah hidup yang berkecukupan: rumah bagus, mobil mewah, tanah luas, usaha sukses. Sebagian lain merasa bahagia jika dapat menghantarkan anak-anaknya kuliah sukses di Perguruan Tinggi dan terbebas dari utang (hidup dari uang pensiunan). Amat sederhana, seorang gelandangan pun mungkin sudah merasa bahagia saat ia dapat membeli sebungkus nasi dan dapat kaplingan tidur malam hari di emperan toko. Kebahagiaan tidak melulu diukur dengan materi,namun tidak dapat dipungkiri bahwa materi berperan dalam menentukan kebahagiaan.
Lalu bagaimana dengan kawan kita yang migrasi ke institusi negara ? Kami ucapkan selamat, dan penghargaan atas keputusan tersulit yang telah diambil. Kami dapat memahami ada sesuatu yang berat sebenarnya untuk meninggalkan lembaga ini, tetapi karena ada kekuatan yang lebih besar lagi, maka keputusan yang tersulitpun menjadi pilihan terbaiknya. Kekuatan untuk mencari kepastian dari ketidakpastian, mencari ketenangan dari kebimbangan, mencari tantangan . . . . patut untuk kita hargai. Kita semua mengalaminya kondisi yang seperti ini, serba tidak menentu. Terkadang muncul kecemasan, kebimbangan, kebingungan, yang merupakan tantangan yang mau tidak mau harus kita hadapi bersama.
Kami yakin Kawan Kita yang migrasi bukan karena materi ? Bicara financial sifatnya Subyektif. Intinya adalah mencari kepastian (jaminan) dan motivasinya adalah kebutuhan rasa aman, menurut Abraham Maslow di atas). Sekolah milik negara tentu akan terjamin kepastiannya, dan mengabdi menjadi Guru Anak Negri. Berbeda dengan Kita yang masih setia kepada lembaga ini yang merupakan Guru Anak Perusahaan dan bukan Guru Anak Negri. Karena di perusahaan besar inilah anak perusahaan dilahirkan untuk memanjakan karyawan : Mendidik, membimbing, memintarkan, memanusiakan manusia hingga menjadi manusia yang berguna bagi orangtuanya, berhasil bagi diri sendiri (kebutuhan akan harga diri), dan sukses di masyarakat menjadi orang terpandang (prestise – aktualisasi diri ). Kita para guru dengan pengabdian panjang ( sewindu, dwi windu, tri windu, sampai ada yang ajal tiba saat pengabdiannya, dan pensiun ) setia tanpa mengenal lelah sampai tak terasa rambut beruban, gigi berkurang, mata remang-remang, meninggalkan kedua orangtua jauh di kampung halaman : hanya untuk mengabdi, berbakti sampai purna bakti untuk anak perusahaan (lembaga ini ) yang telah menyangga Kami (para guru ) sehingga kebutuhan fisiologis kami tercukupi , kebutuhan sosial kami terlayani, kebutuhan harga diri kami termanfaatkan, dan kebutuhan aktualisasi diri kami tersalurkan.
Bertahun-tahun lamanya ( 26 tahun ) kebutuhan rasa aman kita banggakan, yang berbuah pada kenyamanan. Dan kini seakan kita tergagap, seakan bangun dari mimpi panjang. Seakan tidak percaya, hilang kepercayaan, timbul kebimbangan, dan akhirnya hanya bisa diam- pasrah untuk menunggu kenyataan untuk 5 tahun mendatang. Kita berharap mudah-mudahan kebimbangan itu cepat berlalu, sehingga tidak ada lagi kawan yang migrasi menjadi Guru Anak Negri. Kekuatan kami hanya pada kebanggaan diri memelihara profesi ( kebutuhan akan harga diri) , memelihara kekompakan (kebutuhan sosial), pertahankan loyalitas pada lembaga (kebutuhan aktualisasi diri), optimisme (kebutuhan rasa aman), membuang jauh kebimbangan ( kebutuhan fisiologis). Berusaha untuk yakinkan diri , menghibur diri..” Optimisme. Dan berharap Guru Anak Perusahaan ini tetaplah menjadi yang terbaik, pilihan Kita mengabdi, pilihan Kita bersandar, pilihan Kita mencari Kemuliaan (pahala), hingga Kita tetap bangga sampai pensiun tiba. Amin.
SUPRIHOUYA..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar