Kami adalah

kami adalah pengabdi pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Senin, 09 Februari 2009

Gaya Demokratis itu Menggairahkan

(Kupersembahan di saat Ulang Tahun KITA yang ke-26).

Kecerdasan berdemokrasi ala Obama pantas untuk dibanggakan . Banyak sekali kejutan tak terduga sebagai shock terapi ke-jenuh-an. Terpukau-takjub, dan terkadang geleng kepala-bangga. Itu padahal ada di negeri Amerika. Bandingkan dengan Politisi di negri kita yang hebat dalam janji doang,ke-bohong-an, ke-ribet-an, ke-kisruh-an, dan ke-nekat-an.

Yang dapat kita petik hikmahnya dari peristiwa Mas Obama adalah hebatnya beliau menggali-mengoptimalkan kekuatan baru, semangat baru, pemikiran baru, paradigma baru dan sejenisnya. Aplikasinya untuk kita adalah terbentuknya asosiasi guru sebagai penggalangan, meningkatkan semangat kebersamaan, kekompakan, proaktif, dan mentradisikan diri dalam “BERBURU MASUKAN”, mendengarkan isu-isu terkini, bersatu mempelajari tantangan, berinovasi, dan bahkan harus berani berspekulasi menerobos tradisi (sistem lama), meminimalkan kekurangan, ke-bosan-an, dan kekawatiran yang berubah menjadi Optimesme.

Unit kerja ibarat sebuah keluarga besar yang tidak pernah meng- indah-kan KB. Sedangkan unit kerja lain ibarat keluarga besar dari keturunan ayah atau ibu. Lazimnya, Bapak menjadi kepala keluarga,dan ibu sebagai wakilnya rumah tangga, kakak dan adik sebagai anak-anaknya. Sedangkan Kakek dan nenek sebagai figur yang harus dihormati, diteladani, didengarkan petuahnya, dilaksanakan perintahnya, tidak boleh membantah, harus berlaku sopan, patuh, dan tunduk. Tradisi ketimuran memang harus benar-benar dijunjung tinggi .
Dibawah ini merupakan ilustrasi gaya kepemimpinan orangtua Kita :

1. Keluarga yang Demokratis :
Dalam memutuskan suatu persoalan, misalnya ingin membeli baju, mobil, pindah rumah, daftar kuliah, pembagian tugas rumah sampai pada hal-hal yang kecil, sepele yang dianggap orang lain mungkin bikin ke-ribet-an. Bagi keluarga yang Demokratis akan selalu memusyawarahkan segala persoalan kepada seluruh anggota keluarga mulai dari ibu, kakak, adik, bahkan sampai melibatkan pembantu rumah tangganya. Kakek dan nenekpun terkadang dihadirkan untuk meminta pertimbangan, petunjuk, dan do’a restunya. Sang Bapak sebagai BOSnya keluarga mencari mufakat untuk memutuskan persoalan secara bijak, santun, bermartabat, dan penuh keterbukaan untuk BERBURU MASUKAN ( feedback). Kita semua paham feedback tidak mengenal pangkat atau jabatan, tua atau muda, kaya atau miskin. Masukan Top Manajemen bisa sama harganya dengan masukan dari para tukang sapu jalanan. Itulah hebatnya feedback untuk menuju semangat kemajuan, mencari pembuktian diri bahwa memang kita (baca: lembaga) yang terbaik ! Kalau perlu mari kita membuat mereka menyesal (baca : orangtua yang memindahkan anaknya di lembaga ini). Betapa Basi-nya Kita di jaman sekarang ini masih bersikap keras kepala, merasa hebat, dan tidak mau menerima feedback (Kompas,13 Des.2008)

2. Keluarga yang Otoriter :
Sebaliknya keluarga yang Otoriter cenderung memaksakan diri dalam memutuskan sesuatu, tidak mengenal musyawarah, alergi feedback, merasa benar sendiri, paling hebat, keputusan mutlak pada orangtua, anak dianggapnya tidak tahu apa-apa, mungkin juga dianggapnya bodoh. Anak harus mengikuti perintah orangtua, orangtua bilang A harus A. Semuanya serba titik, tidak ada koma apalagi tanda tanya. Alangkah sedihnya keluarga seperti ini, anak dijadikan robot, korban ke-angkuh-an orangtua, kekecewaan terpendam- anak hanya berani mengumpat-mencaci maki dari belakang. Dampaknya lingkungan keluarga tidak nyaman, jauh dari kondusif, hidup tanpa roh (baca: dingin, beku-membatu dan, gersang), dan seakan orangtua ingin menggali kuburannya sendiri (kegagalan).

3. Keluarga yang Permissif :
Berbeda lagi dengan keluarga yang Permissif (membebaskan), orangtua serba membolehkan, menuruti semua kehendak-keinginan, bahkan kata hati anak. Dampaknya anak tidak mengenal benar atau salah, tidak mengenal disiplin, sopan santun, dan kecenderungan menjadi anak yang manja, pemalas, masa bodoh,egois, keras kepala, dan yang paling gawat akan tumbuh kepribadian anak yang negatif : anarkis, vandalisme, dan premanisme.

Dari ketiga figur gaya kepemimpinan orangtua Kita diatas, yaitu : Demokratis, Otoriter, dan Permissif, tentu Kita selalu berharap “Orangtua Kita, Nenek dan Kakek Kita ”, dari keluarga besar ini lebih mengedepankan gaya kepemimpinan yang Demokratis. Aplikasinya mulai dari yang paling ringan dengan mentradisikan diri berburu Masukan, banyak mendengarkan bawahan untuk mendapatkan fakta, menggali potensi, dermawan dalam memberikan dorongan, sampai pada penunjukan tahta- mandat pimpinan/wakil keluarga (baca unit kerja) yang masih seperti judul lagu, ter-tutup, ter-sembunyi, ter-sungkan, ter-batas dan misterius.
Pikiran Kita mempunyai keterbatasan, dan disinilah perlunya Kita membutuhkan (berburu) masukan-pendapat orang lain, menemukan solusi yang terkadang tidak pernah terpikirkan dalam hati kita. Pada akhirnya diharapkan para Orangtua Kita, Nenek, dan Kakek Kita dapat mengambil- memutuskan kebijakan yang lebih Realistis, Cerdas, dan Profesional.
Jadi menurut penulis: “Gaya Demokratis itu memang Menggairahkan.”
Bisa membuat kita bersemangat dalam berselancar mengaruhi samodra keindahan.
Bagaimana menurut Anda ?

Artikel ini kupersembahkan kepada Yth.
Kakek dan Nenekku, Bapak dan Ibuku, Paman dan Bibiku, Kakak-kakakku, adik-adikku, sahabatku . . yang sedang merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke- 26 .
Semoga tetap Bergairah, Bersemangat – Antusias, Optimis, dan selalu menjaga Loyalitas dalam menunaikan tugas-tugasnya sebagai pengabdi pendidikan.
Mari Kita Buktikan
Kitalah yang Terbaik !

SUPRIHOU SD. KITA.

Tidak ada komentar: